Pengikut

Senin, 17 Maret 2014

Implementasi Sistem Keuangan Pemerintah

Belanja diakui atau dicatat oleh pemerintah juga pada saat timbulnya kewajiban atau tidak selalu pada saat kas keluar. Sebagai contoh, pada pendapatan pajak, akan diakui dan dicatat pada saat terbitnya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Demikian disampaikan Dirjen Perbendaharaan, Teguh Budiarso, saat menjadi pembicara dalam acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013, di Jakarta. Manfaat dari akuntansi berbasis akrual adalah dapat menggambarkan posisi keuangan pemerintah dengan lebih lengkap (komprehensif), termasuk di dalam menginformasikan potensi dan resiko fiskal, seperti hak atas pendapatan yang masih akan diterima serta kewajiban yang masih akan dibayar. Meskipun demikian, tetap perlu diwaspadai adanya realisasi kas yang masuk dan keluar yang kemungkinan tidak sama dengan pencatatan pendapatan atau belanja yang telah dilakukan sebelumnya. Pentahapan dari implementasi akuntansi berbasis akrual pada tahun 2013 telah dilakukan uji coba konsolidasi laporan keuangan, penyempurnaan sistem, dan capacity building di dalam penyusunan berbagai peraturan. Karena itu, Kemenkeu telah melakukan langkah-langkah, antara lain menyusun kebijakan akuntansi, mengembangkan sistem akuntansi, ketiga, dan mengembangkan IT SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) dan SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi). Hal ini menjadi salah satu pendukung adanya implementasi akuntansi berbasis akrual di tahun 2015.
Namun, harus diakui, kita harus mewaspadai implikasi atas penerapan sistem tersebut. Pertama, ada perubahan laporan keuangan. Semula, instansi pemerintah hanya menyusun empat jenis laporan keuangan, yakni Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Pada tahun 2015, pemerintah harus menyusun tujuh jenis laporan, yakni LRA, laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), laporan operasional, neraca, laporan arus kas, laporan perubahan entitas, dan catatan atas laporan keuangan. Kedua, memerlukan SDM yang menguasai akuntansi berbasis akrual. Ketiga, ada komitmen dari pimpinan. Disinilah pentingnya leadership. Keempat, penyediaan sarana dan prasarana. Untuk sarana dan prasarana adalah dengan pengembangan SAKTI di tingkat pusat. Sedangkan di tingkat daerah, karena adanya keberagaman di daerah, tentu diperlukan keseragaman. Untuk menerapkan SAP berbasis akrual, diperlukan training dan capacity building, deklarasi, serta dukungan pendanaan. Hal penting lainnya adalah melengkapi ketentuan sebagai landasan dalam pengelolaan keuangan yang menerapkan akuntansi berbasis akrual. Ke depan, perlu didorong penerapan akuntansi berbasis akrual di seluruh K/L dan pemda secara efektif, efisien, dan sesuai ketentuan. Termasuk, melakukan capacity building terkait penganggaran dan akuntansi berbasis akrual. Selain itu juga dimungkinkan untuk memberikan reward bagi K/L yang memiliki laporan keuangan dengan opini terbaik serta memberikan punishment bagi K/L memiliki laporan keuangan belum memperoleh opini. Di daerah reward and punishment sudah berjalan. Akhirnya, perlu koordinasi yang baik dengan pihak terkait dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual dan pelaksanaan anggaran. Kemendagri dan seluruh pemda juga perlu mempersiapkan dalam penerapan akuntasi berbasis akrual di tahun 2015.
Rekomendasi
Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013, yang mengangkat tema “Membangun Sinergi Menuju WTP”, menghasilkan sejumlah rekomendasi. Pertama, dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang berkualitas, dibutuhkan peran pemimpin yang bisa memberikan contoh (leadership by example). Kedua, kualitas pertanggungjawaban keuangan setiap instansi pemerintah dapat dijadikan sebagai salah satu indicator kualitas layanan publik. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang berkualitas tercermin dari opini BPK atas laporan keuangan pemerintah. Ketiga, terdapat peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah dari waktu ke waktu. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah entitas yang mendapatkan opini WTP. Namun demikian, masih diperlukan kerja keras semua pihak agar semua entitas mendapatkan opini WTP. Keempat, opini laporan keuangan bukan merupakan tujuan akhir. Opini WTP adalah cerminan akuntabilitas dan bila satu entitas memiliki akuntabilitas yang baik maka entitasnya tersebut telah memiliki modal yang cukup untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik menuju good governance. Kelima, untuk mencapai laporan keuangan yang berkualitas, perlu dilakukan strategi dan langkah-langkah sebagai berikut : (a) membangun komitmen dari seluruh jajaran di K/L atau pemerintah daerah, mulai dari level staf hingga pimpinan; (b) melaksanakan anggaran secara transparan dan akuntabel yang didukung dengan standard an sistem akuntansi; (c) meningkatkan kompetensi SDM pengelola keuangan; (d) menyiapkan sistem dan teknologi informasi yang handal untuk mendukung penyusunan laporan keuangan; (e) melaksanakan dan memantau tindaklanjut temuan pemeriksaan BPK dengan melibatkan semua pihak dalam organisasi; dan (f) memperkuat peran aparat pengawas intern pemerintah untuk melaksanakan quality assurance. Keempat, dalam rangka pengelolaan daerah, diperlukan sinergi yang baik oleh semua pihak, yaitu pemerintah pusat, Kemenkeu, Bappenas, K/L, Pemda, BUMN,dan BPK, sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
Ketujuh, untuk melaksanakan pelaksanaan anggaran, K/L selaku pengguna anggaran (PA) dan Kemenkeu selaku Bendahara Umum Negara (BUN) tidak dapat melaksanakan tugasnya secara terpisah dan sendiri-sendiri, melainkan harus bersinergi untuk menjamin pelaksanaan anggaran yang tertib dan akuntabel. Sinergi dalam pelaksanaan anggaran dilakukan pada setiap aspek dalam siklus pelaksanaan anggaran. Kedelapan, implementasi akuntansi berbasis akrual untuk pelaporan keuangan dilaksanakan paling lambat TA 2015. Untuk itu setiap K/L dan Pemda perlu menyiapkan implementasi akuntansi berbasis akrual terkait dengan perangkat hukum atau kebijakan, SDM, teknologi informasi, serta sarana dan prasarana lainnya. Kemenkeu dan Kemendagri perlu mengakomodir pelaksanaan implementasi akuntansi berbasis akrual, membuat pedoman, serta melakukan pendidikan, pelatihan, bimbingan, supervise, dan konsultasi. Terakhir, dalam rangka analisis kebijakan fiscal dan makro ekonomi baik pada tingkat nasional maupun tingkat regional, diperlukan adanya statistic keuangan pemerintah dan kajian fiskal regional. Untuk menghasilkan statistik keuangan pemerintah, dan kajian fiskal regional, diperlukan pemberdayaan peran koordinasi, sinergi, dan kesamaan pandangan oleh Kemenkeu, Kemendagri, dan seluruh daerah terutama terkait akuntansi dan pelaporan di sektor publik.

5 komentar:

Mohon Komentar Dari Teman-Teman