
Belanja
diakui atau dicatat oleh pemerintah juga pada saat timbulnya kewajiban
atau tidak selalu pada saat kas keluar. Sebagai contoh, pada pendapatan
pajak, akan diakui dan dicatat pada saat terbitnya Surat Ketetapan Pajak
(SKP). Demikian disampaikan Dirjen Perbendaharaan, Teguh Budiarso, saat
menjadi pembicara dalam acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Tahun 2013, di Jakarta. Manfaat dari akuntansi berbasis
akrual adalah dapat menggambarkan posisi keuangan pemerintah dengan
lebih lengkap (komprehensif), termasuk di dalam menginformasikan potensi
dan resiko fiskal, seperti hak atas pendapatan yang masih akan diterima
serta kewajiban yang masih akan dibayar. Meskipun demikian, tetap perlu
diwaspadai adanya realisasi kas yang masuk dan keluar yang kemungkinan
tidak sama dengan pencatatan pendapatan atau belanja yang telah
dilakukan sebelumnya. Pentahapan dari implementasi akuntansi berbasis
akrual pada tahun 2013 telah dilakukan uji coba konsolidasi laporan
keuangan, penyempurnaan sistem, dan capacity building di dalam
penyusunan berbagai peraturan. Karena itu, Kemenkeu telah melakukan
langkah-langkah, antara lain menyusun kebijakan akuntansi, mengembangkan
sistem akuntansi, ketiga, dan mengembangkan IT SPAN (Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara) dan SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan
Tingkat Instansi). Hal ini menjadi salah satu pendukung adanya
implementasi akuntansi berbasis akrual di tahun 2015.
Namun,
harus diakui, kita harus mewaspadai implikasi atas penerapan sistem
tersebut. Pertama, ada perubahan laporan keuangan. Semula, instansi
pemerintah hanya menyusun empat jenis laporan keuangan, yakni Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas, serta catatan atas
laporan keuangan. Pada tahun 2015, pemerintah harus menyusun tujuh jenis
laporan, yakni LRA, laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL),
laporan operasional, neraca, laporan arus kas, laporan perubahan
entitas, dan catatan atas laporan keuangan. Kedua, memerlukan SDM yang
menguasai akuntansi berbasis akrual. Ketiga, ada komitmen dari pimpinan.
Disinilah pentingnya leadership. Keempat, penyediaan sarana dan
prasarana. Untuk sarana dan prasarana adalah dengan pengembangan SAKTI
di tingkat pusat. Sedangkan di tingkat daerah, karena adanya keberagaman
di daerah, tentu diperlukan keseragaman. Untuk menerapkan SAP berbasis
akrual, diperlukan training dan capacity building, deklarasi, serta
dukungan pendanaan. Hal penting lainnya adalah melengkapi ketentuan
sebagai landasan dalam pengelolaan keuangan yang menerapkan akuntansi
berbasis akrual. Ke depan, perlu didorong penerapan akuntansi berbasis
akrual di seluruh K/L dan pemda secara efektif, efisien, dan sesuai
ketentuan. Termasuk, melakukan capacity building terkait penganggaran
dan akuntansi berbasis akrual. Selain itu juga dimungkinkan untuk
memberikan reward bagi K/L yang memiliki laporan keuangan dengan opini
terbaik serta memberikan punishment bagi K/L memiliki laporan keuangan
belum memperoleh opini. Di daerah reward and punishment sudah berjalan.
Akhirnya, perlu koordinasi yang baik dengan pihak terkait dalam rangka
penerapan akuntansi berbasis akrual dan pelaksanaan anggaran. Kemendagri
dan seluruh pemda juga perlu mempersiapkan dalam penerapan akuntasi
berbasis akrual di tahun 2015.
Rekomendasi
Rapat
Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013,
yang mengangkat tema “Membangun Sinergi Menuju WTP”, menghasilkan
sejumlah rekomendasi. Pertama, dalam rangka mewujudkan pengelolaan
keuangan negara yang berkualitas, dibutuhkan peran pemimpin yang bisa
memberikan contoh (leadership by example). Kedua, kualitas
pertanggungjawaban keuangan setiap instansi pemerintah dapat dijadikan
sebagai salah satu indicator kualitas layanan publik. Pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang berkualitas tercermin dari opini BPK atas
laporan keuangan pemerintah. Ketiga, terdapat peningkatan kualitas
laporan keuangan pemerintah dari waktu ke waktu. Hal ini tercermin dari
meningkatnya jumlah entitas yang mendapatkan opini WTP. Namun demikian,
masih diperlukan kerja keras semua pihak agar semua entitas mendapatkan
opini WTP. Keempat, opini laporan keuangan bukan merupakan tujuan akhir.
Opini WTP adalah cerminan akuntabilitas dan bila satu entitas memiliki
akuntabilitas yang baik maka entitasnya tersebut telah memiliki modal
yang cukup untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik menuju good
governance. Kelima, untuk mencapai laporan keuangan yang berkualitas,
perlu dilakukan strategi dan langkah-langkah sebagai berikut : (a)
membangun komitmen dari seluruh jajaran di K/L atau pemerintah daerah,
mulai dari level staf hingga pimpinan; (b) melaksanakan anggaran secara
transparan dan akuntabel yang didukung dengan standard an sistem
akuntansi; (c) meningkatkan kompetensi SDM pengelola keuangan; (d)
menyiapkan sistem dan teknologi informasi yang handal untuk mendukung
penyusunan laporan keuangan; (e) melaksanakan dan memantau tindaklanjut
temuan pemeriksaan BPK dengan melibatkan semua pihak dalam organisasi;
dan (f) memperkuat peran aparat pengawas intern pemerintah untuk
melaksanakan quality assurance. Keempat, dalam rangka pengelolaan
daerah, diperlukan sinergi yang baik oleh semua pihak, yaitu pemerintah
pusat, Kemenkeu, Bappenas, K/L, Pemda, BUMN,dan BPK, sejak proses
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
Ketujuh,
untuk melaksanakan pelaksanaan anggaran, K/L selaku pengguna anggaran
(PA) dan Kemenkeu selaku Bendahara Umum Negara (BUN) tidak dapat
melaksanakan tugasnya secara terpisah dan sendiri-sendiri, melainkan
harus bersinergi untuk menjamin pelaksanaan anggaran yang tertib dan
akuntabel. Sinergi dalam pelaksanaan anggaran dilakukan pada setiap
aspek dalam siklus pelaksanaan anggaran. Kedelapan, implementasi
akuntansi berbasis akrual untuk pelaporan keuangan dilaksanakan paling
lambat TA 2015. Untuk itu setiap K/L dan Pemda perlu menyiapkan
implementasi akuntansi berbasis akrual terkait dengan perangkat hukum
atau kebijakan, SDM, teknologi informasi, serta sarana dan prasarana
lainnya. Kemenkeu dan Kemendagri perlu mengakomodir pelaksanaan
implementasi akuntansi berbasis akrual, membuat pedoman, serta melakukan
pendidikan, pelatihan, bimbingan, supervise, dan konsultasi. Terakhir,
dalam rangka analisis kebijakan fiscal dan makro ekonomi baik pada
tingkat nasional maupun tingkat regional, diperlukan adanya statistic
keuangan pemerintah dan kajian fiskal regional. Untuk menghasilkan
statistik keuangan pemerintah, dan kajian fiskal regional, diperlukan
pemberdayaan peran koordinasi, sinergi, dan kesamaan pandangan oleh
Kemenkeu, Kemendagri, dan seluruh daerah terutama terkait akuntansi dan
pelaporan di sektor publik.